Di akhirat nanti, setelah proses penghitungan (hisab) selesai, manusia terbagi dua kelompok. Allah memasukkan orang-orang beriman dan beramal saleh ke dalam surga, sedangkan orang-orang kafir dimasukkan ke dalam neraka.
Selesai hisab itu, Iblis la’natullahi ‘alaihi (makhluk yang dilaknat Allah) berpidato di hadapan kelompok penghuni neraka. Pidato Iblis itu diabadikan oleh Allah SWT di dalam Alquran, tepatnya Surat ke-14 (Ibrahim) ayat 22.
Menurut Pengasuh Pesantren Bening Hati Sawangan, Depok, Ustaz Tazmaluddin Eldad, pidato Iblis itu bukan pidato biasa. “Menurut Tafsir Ibnu Katsir maupun tafsir Ath-Thabari, khutbah Iblis itu merupakan pidato yang sangat menyentuh hati, bahkan sangat menyayat hati. Semua manusia dari kelompok penghuni neraka yang mendengarnya, heboh dan menangis,” kata Tazmaluddin saat mengisi khutbah Jumat di Masjid At-Taqwa Sawangan, Depok, Jawa Barat, Jumat (30/6).
Inilah terjemah Surat Ibrahim ayat 22: “Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu mendapat siksaan yang pedih." (QS. 14:22)
Kemudian Allah SWT melanjutkannya dengan ayat 23: “Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan izin Rabb mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah ‘salaam.’ (QS. 14:23)” (QS. Ibrahim: 22-23)
“Mendengar pidato Iblis terlaknat tersebut, yakni ayat 22, semua penghuni neraka itu merasa sangat susah, dan tertipu. Mereka semuanya menangis dan menyesal, namun penyesalan ketika itu tidak ada gunanya lagi. Dan mereka tambah sedih mendengar ayat 23 yang menceritakan orang-orang beriman dan beramal saleh dimasukkan ke dalam surga,” tutur Tazmaluddin.
Karena itulah, kata Tazmal, kaum Muslimin perlu mengambil hikmah Idul Fitri dengan berupaya menjadi Muslim yang kembali kepada fitrahnya. “Kembali kepada fitrah artinya kembali kepada syariat Islam. Mari tegakkan perintah agama, antara lain menegakkan shalat lima waktu dengan sebaik mungkin dan rutin mentadabburi Alquran,” ujarnya.
Salah satu gelar yang disematkan kepada bulan Ramadhan adalah syahrul Quran atau bulan diturunkannya Alquran dan bulan membaca Alquran. “Karena itu, setelah Ramadhan berlalu, kaum Muslimin harus tetap rajin membaca dan mempelajari Alquran, agar hidupnya selamat di dunia maupun akhirat,” kata Tazmal.
Tentunya, kata Tazmal, Allah punya maksud dengan mengungkapkan pidato Iblis itu di dalam Alquran. “Intinya adalah Allah memberitahukan kita mengenai hal tersebut, agar jangan sampai kita di akhirat nanti setelah hisab, mendengar khutbah Iblis. Itu adalah khutbah yang sangat menyentuh hati, tapi jangan sampai kita mendengarnya. Sebab, kalau kita mendengar khutbah Iblis tersebut, berarti kita termasuk ahli neraka.
En el siguiente, después de que se complete el proceso de conteo (cómputo), la gente se dividieron en dos grupos. Allah admitirá aquellos que creen y hacen justos al cielo, mientras que los incrédulos ponen en el infierno.
Hecho cómputo, alaihi Satanás la'natullahi'(ser maldecido por Dios) se dirigió al grupo de habitantes del infierno. El discurso del diablo inmortalizado por Allah en el Corán, en lugar Sura 14 (Ibrahim) del párrafo 22.
Según el corazón Bening pesantren Sawangan, Depok, Ustaz Tazmaluddin Eldad, el discurso del diablo no era un discurso normal. "De acuerdo con Tafsir Ibnu Katsir y comentario Tabari, Sermón del diablo fue un discurso muy emotivo, aunque sea muy doloroso. Todos los hombres del grupo que escuchó los habitantes del infierno, emocionados y llorando ", dijo Tazmaluddin cuando se llena el sermón del viernes en la mezquita Al-Taqwa Sawangan, Depok, Java Occidental, el viernes (30/6).
Esta es la traducción de la Sura Ibrahim, aleya 22: "Y el diablo le dijo cuando se completó la materia (cómputo): 'Allah te ha prometido la promesa de verdad, y que había sido prometido a usted, pero yo menyalahinya. Una vez que tenga ningún poder para mí en contra de usted, pero (sólo) Pido a usted y entonces usted oído a mi voz, por lo que vosotros me denostarás, pero cercalah mismo. Nunca fui capaz de ayudarle y no será jamás capaz de ayudarme. De hecho, no justifico lo que me hizo asociar (en Allah) hace mucho tiempo. "De hecho, los que Dhalim era un castigo doloroso." (Corán, 14:22)
Entonces Allah continúa con el verso 23: "Y Pero aquellos que creen y hacen buenas obras en un paraíso que fluye por debajo de los ríos, donde serán inmortales con permiso de su Señor. Saludo respetar ellos en el cielo es 'salaam' (Corán, 14:23). "(QS Ibrahim: 22-23)
"Al escuchar el discurso maldito Satanás, a saber, el párrafo 22, todos los residentes del infierno que era muy difícil, y engañado. Todos estaban en lágrimas y pesar, pero lamentan que no sirve de nada más. Y añaden que el versículo 23, que dice a los fieles y hacen buenas obras puestas en el cielo tristes ", dijo Tazmaluddin.
Por lo tanto, dijo Tazmal, los musulmanes tienen que tomar clases de Eid musulmanes que tratan de ser devuelto a la naturaleza. "Volver a la naturaleza significa volver a la ley islámica. Vamos a hacer cumplir las órdenes religiosas, entre otros hacen cumplir las cinco oraciones diarias, así como sea posible y la rutina Corán mentadabburi ", dijo.
Uno de los títulos atribuidos al mes de Ramadán es el mes Syahrul Corán o la revelación del Corán y en la lectura del Corán. "Por lo tanto, después del Ramadán pasado, los musulmanes deben seguir siendo diligente lectura y estudio del Corán, a los que quedaban en el mundo y el más allá", dijo Tazmal.
Obviamente, Tazmal dijo, Dios no tiene intención de revelar el discurso del diablo en el Corán. "La conclusión es que Dios nos dice al respecto, así que no nos dejó en la otra vida después del ajuste de cuentas, escuchar un sermón Satanás. Fue un sermón muy conmovedor, pero no oigámoslo. Porque, si escuchamos el sermón del diablo, estamos entre los habitantes del infierno.